Skip to main content

Posts

TE466 Self-branding Assignment: Fikriyah Winata

One day, my roommate told me: “Fik, you should take a rest. You have been working too long, take a break and don’t be too hard to yourself.”   I suddenly stop writing and calculating some math on GRE problem sets—at that time, I was preparing for my PhD application. Her thoughts about how hard I worked stopped me for seconds and gave me time to think and ask, “Have I been working too hard?”   I personally never think that I work ‘hard enough’, I always feel never enough in working. I always demand more to myself to improve my quality to be a better person. I take everything very seriously including something very small for others. To me, there is no unnecessary thing. Everything is important, and everything has its own value. And I will be taking every single work I have seriously, even it is only doing some dishes at my kitchen home.  My roommate’s perspective then made me really counted the duration I was studying, the number of problem sets I had solved, and how much I did no
Recent posts

Fall 2016: Selamat Datang Wahai Mahasiswa Baru!

Sudah lama rasanya saya tidak menulis di blog usang ini. Terakhir saya mem- posting tulisan sekitar April 2016. Ada beberapa orang yang mengungkapkan kerinduannya kepada blog ini dan berkata, "kok tidak pernah posting lagi? sibuk sekali ya?" Saya rasanya ingin berkata, ehm.. "iyah!" hahaha  "Selamat Datang Wahai Mahasiswa Baru!" adalah sebuah seruan sekaligus tanda ucapan untuk diri saya sendiri empat bulan lalu. Setelah dua tahun sebelumnya memutuskan untuk mendaftar sekolah dan juga beasiswa, dan yang terpenting adalah meninggalkan perjalanan karir yang telah dibangun. Keputusan untuk kembali ke bangku sekolah bagi sebagian orang adalah keputusan besar, namun bagi sebagian orang lagi mungkin hanyalah kesempatan yang 'kebetulan' menghampiri. Atau, mirisnya, ada sebagian oranglain yang melihatnya sebagai sebuat mainstream . "Ah teman-teman gue pada sekolah S2 keluar negeri nih, gue sekolah juga ah!" Apapun dan bagaimanapun al

Gagal Itu Berharga dan Berhasil Itu Bonus

Membaca sebuah artikel mengingatkan saya pada kegagalan-kegagalan dan berbagai penolakan dalam 3 tahun terakhir ini, yang pada akhirnya membuat saya berada pada kalimat, gagal itu berharga dan berhasil itu adalah bonus . 2012 lulus kuliah (biasanya orang mencari tempat untuk merintis karir): 1. Apply dan kirim CV ke lebih dari 50 perusahaan, NGO, lembaga internasional, dari yang paling berkaitan dengan background S1 sampai yang sangat jauh. Dari yang paling teknis sampai yang paling administratif, bahkan sampai apply kerja di Kedutaan Myanmar untuk posisi office administration. Bukan karena frustasi, tetapi mencoba peruntungan dan mencari jodoh-karir. Well, yang memanggil untuk test dan interview dari sekian banyak hanya: IBM, Danone, UNIQLO, dan entah lupa namanya semacam perusahaan penyedia jasa fundraising untuk lembaga-lembaga sosial. IBM dan Danone gagal saat test tulis, UNIQLO sudah sampai wawancara akhir dengan Direksinya, beliau interview dalam bahasa jepang, bersama tr

ReviewBuku: Everyone Can Lead [Hasnul Suhaimi]

Everyone Can Lead by Hasnul Suhaimi My rating: 4 of 5 stars Pertama kali saya bertemu Pak Hasnul (mungkin lebih tepatnya Pak Hasnul mengisi sebuah acara dimana saya menjadi pesertanya). Betul sekali seperti yang beliau gambarkan, beliau sangat jauh dari 'tampang' atau stereotype seorang CEO--bertubuh besar--beliau bertubuh mungil. Terkadang membuat saya yang bertubuh mungil ini yakin bahwa pemimpin itu bukan perkara fisik. Siapapun dengan porsi tubuh seperti apapun, berhak dan mempunyai kesempatan untuk memimpin. Buku Pak Hasnul membawa saya kepada sebuah dekupan-dekupan dimana yang paling berkesan adalah pada bagian, bahwa Pak Hasnul pernah 'ditaruh' pada posisi dimana beliau lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sangat administratif. Well , bagi orang teknis pekerjaan yang sifatnya administratif 'nggak bikin pinter', bahasanya begitu. Namun, beliau mengerjakan pekerjaan tersebut dengan sangat baik. Sehingga ketika dua tahun kemudian

ReviewBuku: Mendadak Haji [Prie GS]

Mendadak Haji by Prie GS My rating: 5 of 5 stars Jujur saya belum familiar dengan penulis. Saya randomly membeli buku dengan topik "berhaji" karena saya mempunyai target untuk menunaikan ibadah haji sebelum saya berumur 35tahun. Semoga Allah Swt. menghendaki. Aamiin. Kembali kepada Pak Prie GS dalam bukunya saya jujur, kadang bingung. Beliau ini sangat genuine sekali menulisnya. Menyampaikan perasaannya tanpa men-delete sedikitpun. Sangat genuine . Bahkan yang menurut saya sangat berkesan adalah beliau menuliskan ketidaksukaan beliau akan sesuatu, suasa hati, dan berbagai kekesalan-kekesalannya. Tidak banyak dari kita yang berani mengutarakan hal tersebut. Apalagi dalam sebuah buku yang akan dibaca oleh ribuan bahwan jutaan orang mungkin. Bagi saya, membaca buku Pak Prie GS bukan hanya memberikan insight dan pengetahuan mengenai haji, gambaran bagaimana 'berat'-nya ibadah haji, tetapi beyond dari itu semua. Pak Prie GS berhasil mendidik saya bahwa, kesena

Alwi

Pagi itu, seperti biasa aku selalu terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Kali ini bukan karena ada meeting dengan klien ataupun karena men- training users . Tetapi karena aku ingin berangkat lebih pagi saja. Aku melihatnya, dia duduk didepan televisi. Rumah Kosan kami yang sederhana dengan beberapa bangku plastik kecil dan dua meja dihadapannya semakin mendramatisir kesederhanaan Rumah Kosan kami. Aku melihatnya, Alwi. Matanya sembab, wajahnya murung, dan sepertinya dia memikirkan sesuatu yang sangat berat. Aku memang bukan dukun yang jago cenayang, aku hanya seseorang yang sedikit suka menduga-duga dan berspekulasi. Dan kali ini aku benar. Aku terprovokasi dan mengalihkan langkah kecilku, bukan ke dapur dan keluar Rumah Kosan lalu berangkat ke kantor. Aku menghampiri Alwi, aku pastikan bahwa aku duduk tepat disampingnya. “Masih memikirkan jodoh?” Tanyaku singkat. Dugaanku kali ini sudah pasti tidak salah. Aku memang bukan perempuan yang mengejar sekali jodoh. Selain karen

Bagaimana Sikap Kita Kepada Oranglain Dapat Menggambarkan Pencapaian Kita

Beberapa waktu lalu saya diminta mengisi acara di universitas tempat saya berkuliah dulu, UI. Tidak berbeda jauh dengan 'permintaan' sebelum-sebelumnya. Intinya saya diminta untuk memberikan motivasi, menginspirasi, dan membagikan tips bagaimana bangkit dari sebuah kegagalan. Saya, yang menurut saya pribadi masih jauh dari ekspektasi panitia untuk menginspirasi, pada akhirnya berangkat dari memotivasi dan membagi pengalaman bagaimana bangkit dari kegagalan. Berbeda dengan kondisi di kelas kuliah (kebetulan akhir-akhir ini saya sering berjalan dari satu universitas ke universitas lain menjadi 'evangelist ' kelas teri dibidang GIS) dan dikelas training atau workshop yang sering saya adakan. Kelas atau sesi seminar atau talkshow motivasi yang diminta panitia pada dasarnya, membuat saya lebih banyak bercerita pengalaman. Syukur-syukur setelah itu ada mahasiswa yang benar-benar akan menghubungi saya melalui email atau whatsApp dan memang mengatakan keseriusannya untu